Selasa, 22 Januari 2013

Pilih Yang Manaaaaa??



Hari ini adalah hari pertama Tasya masuk SMU. Tasya menolak untuk diantar ayahnya karena dari dulu ayahnya selalu mengantar Tasya ke sekolah, sekalian ia pergi ke kantor. Sekarang Tasya merasa malu bila diantar papanya. Apalagi hari ini adalah hari pertama Tasya masuk SMU. Ia tidak mau kalau nanti teman-teman barunya mengejeknya sebagai anak papi.
Langkah Tasya terhenti ketika segerombolan anak laki-laki di ujung sana memanggil-manggil namanya dan menggodanya. Mereka adalah anak kelas 2, yang berarti dia kakak kelas Tasya. Sambil tersenyum ramah Tasya melewati para lelaki itu. Tasya memang seorang gadis yang cantik. Dia adalah gadis campuran Indonesia, Cina dan Inggris.
Hari ini Tasya berkenalan dengan banyak teman baru, salah satunya adalah Fadli, anak laki-laki yang duduk di belakangnya. Sepertinya Fadli menyukai Tasya. Jelas saja karena Tasya memang cantik. Semakin hari Tasya dan Fadlli semakin dekat. Fadli pun semakin berusaha keras untuk menarik perhatian Tasya. Fadli berharap Tasya mau menjadi pacarnya.
Hingga suatu hari Fadli menembak Tasya, sebelumnya Tasya juga sudah menduga kalau Fadli akan menyatakan cinta kepadanya.
”Tasya, kamu mau nggak jadi pacar gue?”
”Hmmm.....gimana ya? Aku pikir-pikir dulu deh ya, nanti aku kabarin deh.”
”Yah tapi jangan kelamaan dong, nanti gue gak bisa tidur nih Tas”
”Halah norak gombalan lo. Udah ya aku pulang dulu, dahhhh....”
Kemudian mereka berpisah di pagar sekolah. Fadli pulang dengan cemas dan berharap tentang jawaban yang diberika oleh Tasya. Fadli sudah membayangkan jika mempunyai pacar secantik Tasya yang menjadi idola di sekolahnya.
Ketika Tasya sedang menunggu bus di halte. Tasya mendengar seseorang memanggilnya.
”Tasya...Tasya kamu namanya Tasya kan? Teriak seorang laki-laki. Lelaki itu duduk di belakang setir mobil Swift yang di modifikasi menjadi sangat keren. Dia mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil dan memanggil-manggil Tasya.
”Iya.. ini gue Tasya. Kenapa? Ada apa teriak-teriak manggil gue?”
”Daripada nungguin bus lama-lama, mendingan bareng gue aja. Gue anterin lo pulang. Mau kan? Gue Ryan anak kelas 2 IPS 3.
”Hmm... oke deh.”
Tasya lalu masuk ke dalam mobil Ryan. Ryan pun kemudian melaju. Sambil mendengar siaran radio, Ryan mulai membuka pembicaraan.
”Eh, btw rumah lo dimana? Gue harus nganter lo kemana nih?”
”Oh, iya ya. Rumah gue di Sawangan di Jalan Violet. Ntar kalo udah deket gue tunjukin deh.”
Kemudian mereka berbincang-bincang selama perjalanan.
Sesampainya di depan rumah Tasya, Fadli turun dengan cepat dan langsung membukakan pintu untuk Tasya, lalu membungkuk mempersilakan Tasya keluar, seperti di adegan film-film.
”Thanks ya. Mau masuk dulu?”
“Iya sama-sama. Nggak usah deh, lain kali aja.”
Ketika Tasya masuk ke halaman rumah, Ryan memanggil Tasya.
”Tasya, lo udah punya pacar belom? Kalo belom, lo mau nggak jadi pacar gue?” secepat itu Ryan langsung jatuh cinta pada Tasya.
”Hah? Apaaaaa? Jadi pacar lo? Kenal aja baru. Gue pikir-pikir dulu deh ya. Nanti gue kabarin. Daaaah.... Ryan thanks ya.”
Tasya masuk ke dalam rumahnya dan bertemu mamanya di ruang keluarga sedang menonton TV.
”Siapa yang mengantar kamu kamu Sya? Kok gak diajak masuk sih?”
“Cuma kakak kelas aku aja kok, Ma. Tadi dia nawarin aku bareng hehe.”
”Ooh yasudah. Sana ganti baju, mama tunggu kamu di meja makan ya.”
”Oke deh Ma!”

Malam hari Tasya duduk di depan meja belajar. Ada beberapa PR yang harus dia kerjakan, tapi pikirannya tidak bisa konsentrasi. Wajah Ryan dan Fadli terus menerus  berputar di otaknya.
”Duh kok jadi gini ya. Gimana nih? Gue janji ama dua cowok untuk ngejawab tembakan mereka. Siapa yang gue pilih ya? Fadli sih baek banget, tapi kalo Ryan tajir abis, keren lagi.”
Tanpa disadari oleh Tasya, mamanya ternyata sejak tadi sudah memperhatikan Tasya.
”Ngapain ngomong sendiri, Sya? Lagi bingung milih cowok ya?”
”Iya nih, Ma. Aku ditembak dua cowok sekaligus. Dan aku janji mau ngasih jawaban sama dua-duanya. Gimana ya, Ma?”
Mama tersenyum sambil keluar kamar meninggalkan Tasya.
”Gampang, terima aja dua-duanya!!!”
”Hah?”
Mama Tasya memang seorang yang mempunyai pola pikir sangat modern, bahkan kadang-kadang ide yang keluar dari pikirannya terlalu nyentrik. Tapi Tasya tidak pernah menyangka kalau saran mamanya kali ini sangat gila. Tapi setelah dipikir-pikir, ada benarnya juga. Kalau Tasya memang tidak bisa memilih, kenapa nggak dua-duanya saja diterima.
Bel istirahat berbunyi. Ryan sudah bediri di depan kelas Tasya, menunggu Tasya keluar dari kelas.
”Hai, Tasya... Gimana? Apa jawaban kamu? Gue diterima apa ditolak nih?”
Tasya gugup dan ketakutan. Sambil melirik kanan kiri, Tasya cepat-cepat memberi jawaban.
”Gue terima lo. Gue mau jadi cewek lo. Udah pergi sana. Gue enggak enak sama anak-anak, ntar pulang sekolah kita bareng lagi ya.”
”Yesss! Thanks ya, ntar siang gue tunggu di tempat yang kemarin.”
Ryan lalu meninggalkan Tasya dengan perasaan yang gembira. Tasya menarik nafas lega, tapi kelegaan itu hanya beberapa detik dirasakannya. Fadli sudah berdiri di samping Tasya dengan raut wajah penuh curiga.
”Tadi itu siapa? Kayak anak kelas 2, mau apa dia kesini?”
”Ohhh... itu...itu....tadi namanya Ryan. Dia anaknya om aku yang tinggal di Menteng. Nanti pulang sekolah dia ngajakin aku bareng. Katanya ada titipan dari om buat mama.”
”Oh.. gue pikir dia mau nyaingin gue. Trus…. apa kamu udah dapet jawabannya? Gue diterima nggak nih?”
Untuk beberapa saat Tasya tidak mampu berkata apa-apa. Tasya tidak sampai hati menolak cinta Fadli.
”Aku... aku mau jadi cewek kamu deh.”
”Yessss! Makasih ya. Aku bangga bisa jadi pacar seorang cewek yang menjadi idola di sekolah ini.”
Sudah tiga bulan ini, Tasya berhasil memainkan peranannya dnegan baik. Sejauh ini Fadli masih sangat percaya kalau Ryan itu benar-benar sepupunya. Dan Ryan pun sama sekali tidak mencurigai hubungan Tasya dengan Fadli. Tasya  memang tidak pernah mau berdekatan dengan Fadli maupun Ryan bila sedang berada di sekolah.
Pada suatu malam minggu, untuk pertama kalinya Fadli berhasil memintan izin kepada mama dan papa Tasya untuk mengajaknya ke pesta ulang tahun temannya. Malam itu Tasya menjadi pusat perhatian semua tamu undangan. Salah seorang MC mulai membuka acara dengan games-games seru. Begitu acara selesai, seluruh undangan bebas untuk makan dan minum yang telah disediakan tuan rumah.
Tiba-tiba dari jauh Tasya melihat laki-laki yang sangat dikenalnya. Laki-laki itu adalah Ryan. Ia baru saja sampai ke tempat acara tersebut.
”Wah gawat!” ucap Tasya.
”Kenapa? Ada apa, Sya?”
”Aduh perutku tiba-tiba sakit nih. Aku ke toilet dulu ya.”
”Ok, aku antar ya.”
”Jangan..! eh maksudku nggak usah, biar aku sendiri aja. Kamu tunggu disini ya.”
”Ok deh.”
Tasya berlari kecil ke toilet. Kemudian, Tasya memilih berdiri dalam antrian beberapa orang yang hendak buang air kecil.
”Kamu ada disini, Sya? Katanya kamu gak bisa keluar malem?”
Tasya kaget sekali mendengar suara dibelakangnya. Suara itu dalah suara Ryan.
”Aduh.. kamu ngagetin aja. Aku kesini sama pamanku, tuh dia yang duduk di sana.”
Tasya menunjuk seorang bapak-bapak yanng sedang duduk sendirian. Tasya sendiri sebenarnya sama sekali tidak mengenal bapak itu.
”Oh.. pantesan kamu bisa keluar malem. Aku gabung sama kamu ya.”
Tasya mulai bingung. Ia mencoba mencari akal untuk menutupi kebohongan tersebut. Tasya berhasil mengelabui Ryan, tapi akibatnya setiap 5 menit Tasya harus pamit ke toilet. Secara bergantian ia menemani Fadli dan Ryan yang duduknya berlawanan. Sementara orang yang diakui sebagain paman Tasya telah pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah berkali-kali adegan toilet dilakukan Tasya, akhirnya Fadli dan Ryan curiga. Diam-diam Fadli dan Ryan mengikuti Tasya dari belakang. Dan mereka bertiga bertemu di toilet. Tasya kaget dan cepat-cepat masuk ke dalam toilet. Di luar Fadli menatap Ryan penuh curiga, begitu pula Ryan.  Sementara itu, Tasya terus memutar otak untuk mencari jalan keluar untuk menyelamatkan dirinya.
”Kamu Ryan sepupunya Tasya kan?”
”Sepupunya Tasya? Kata siapa gue sepupunya Tasya? Gue pacarnya Tasya, lo siapa? Kayaknya gue sering liat muka lo di sekolah. Lo sekelas sama Tasya kan?”
”Heh denger baik-baik ya. Gue ini pacarnya Tasya dan Tasya sendiri yang bilang sama gue kalo lo itu sepupunya.”
”Gue yakin kita berdua udah jadi korban penipuan perempuan itu.”
Mereka tidak tahu kalau pada saat Ryan dan Fadli bertengkar, Tasya menyelinap keluar dari toilet dan langsung pulang menggunakan Taksi.
Berhari-hari Tasya tidak bisa ditemui disekolahnya maupun di rumahnya. Sampai pada suatu sore hari Tasya mau menerima kehadiran Ryan dan Fadli. Melihat kecantikan wajah Tasya, Ryan dan Fadli tidak bisa mengeluarkan kemarahannya yang sejak berhari-hari mereka pendam.
Tasya membuka pembicaraan terlebih dahulu.
”Kenapa pada diem? Nggak jadi marahin gue? Ayoo... pada marah dong, jangan diem gitu aja. Kalo mau diem-dieman ngapain dateng kesini?”
”Kenapa lo nggak pernah masuk sekolah? Takut ya?” tanya Ryan
”Takut? Heh, gue nggak pernah masuk sekolah karena kemarin gue ikut papa ke Hongkong, bukan karena takut. Maaf gue udah bohongin kalian. Kalo disuruh milih gue mau sama Ryan, tapi gue juga mau sama Fadli. Kita cuma pacaran kan? Kalo buat nikah, nanti baru gue mau pilih salah satu.”
”Sorry Sya, cewek bukan cuma lo doang kok. Masih banyak cewek diluar sana yang lebih cantik dan lebih setia daripada lo. Jadi gausah kepedean deh.”
”Oke kalau nggak mau juga nggak apa-apa. Maafin gue yaa, tapi kita tetap jadi teman ya. Dan gue janji nggak bakal ngulangin kejadian kayak gini lagi. Gue udah kapok.”
Akhirnya Fadli dan Ryan pamit pada Tasya dan mereka sepakat untuk meninggalkan Tasya secara baik-baik. Mereka yakin Tasya adalah gadis yang sangat menyenangkan untuk dijadikan sahabat, tapi tidak untuk pacar!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar