Hari ini adalah hari pertama Tasya masuk
SMU. Tasya menolak untuk diantar ayahnya karena dari dulu ayahnya selalu
mengantar Tasya ke sekolah, sekalian ia pergi ke kantor. Sekarang Tasya merasa
malu bila diantar papanya. Apalagi hari ini adalah hari pertama Tasya masuk
SMU. Ia tidak mau kalau nanti teman-teman barunya mengejeknya sebagai anak
papi.
Langkah Tasya terhenti ketika segerombolan
anak laki-laki di ujung sana memanggil-manggil namanya dan menggodanya. Mereka
adalah anak kelas 2, yang berarti dia kakak kelas Tasya. Sambil tersenyum ramah
Tasya melewati para lelaki itu. Tasya memang seorang gadis yang cantik. Dia
adalah gadis campuran Indonesia, Cina dan Inggris.
Hari ini Tasya berkenalan dengan banyak
teman baru, salah satunya adalah Fadli, anak laki-laki yang duduk di
belakangnya. Sepertinya Fadli menyukai Tasya. Jelas saja karena Tasya memang
cantik. Semakin hari Tasya dan Fadlli semakin dekat. Fadli pun semakin berusaha
keras untuk menarik perhatian Tasya. Fadli berharap Tasya mau menjadi pacarnya.
Hingga suatu hari Fadli menembak Tasya,
sebelumnya Tasya juga sudah menduga kalau Fadli akan menyatakan cinta
kepadanya.
”Tasya, kamu mau nggak jadi pacar gue?”
”Hmmm.....gimana ya? Aku pikir-pikir dulu
deh ya, nanti aku kabarin deh.”
”Yah tapi jangan kelamaan dong, nanti gue
gak bisa tidur nih Tas”
”Halah norak gombalan lo. Udah ya aku
pulang dulu, dahhhh....”
Kemudian mereka berpisah di pagar sekolah.
Fadli pulang dengan cemas dan berharap tentang jawaban yang diberika oleh
Tasya. Fadli sudah membayangkan jika mempunyai pacar secantik Tasya yang
menjadi idola di sekolahnya.
Ketika Tasya sedang menunggu bus di halte.
Tasya mendengar seseorang memanggilnya.
”Tasya...Tasya kamu namanya Tasya kan?
Teriak seorang laki-laki. Lelaki itu duduk di belakang setir mobil Swift yang
di modifikasi menjadi sangat keren. Dia mengeluarkan kepalanya dari jendela
mobil dan memanggil-manggil Tasya.
”Iya.. ini gue Tasya. Kenapa? Ada apa
teriak-teriak manggil gue?”
”Daripada nungguin bus lama-lama,
mendingan bareng gue aja. Gue anterin lo pulang. Mau kan? Gue Ryan anak kelas 2
IPS 3.
”Hmm... oke deh.”
Tasya lalu masuk ke dalam mobil Ryan. Ryan
pun kemudian melaju. Sambil mendengar siaran radio, Ryan mulai membuka
pembicaraan.
”Eh, btw
rumah lo dimana? Gue harus nganter lo kemana nih?”
”Oh, iya ya. Rumah gue di Sawangan di
Jalan Violet. Ntar kalo udah deket gue tunjukin deh.”
Kemudian mereka berbincang-bincang selama
perjalanan.
Sesampainya di depan rumah Tasya, Fadli
turun dengan cepat dan langsung membukakan pintu untuk Tasya, lalu membungkuk
mempersilakan Tasya keluar, seperti di adegan film-film.
”Thanks
ya. Mau masuk dulu?”
“Iya sama-sama. Nggak usah deh, lain kali
aja.”
Ketika Tasya masuk ke halaman rumah, Ryan
memanggil Tasya.
”Tasya, lo udah punya pacar belom? Kalo
belom, lo mau nggak jadi pacar gue?” secepat itu Ryan langsung jatuh cinta pada
Tasya.
”Hah? Apaaaaa? Jadi pacar lo? Kenal aja
baru. Gue pikir-pikir dulu deh ya. Nanti gue kabarin. Daaaah.... Ryan thanks
ya.”
Tasya masuk ke dalam rumahnya dan bertemu
mamanya di ruang keluarga sedang menonton TV.
”Siapa yang mengantar kamu kamu Sya? Kok gak diajak masuk sih?”
“Cuma kakak kelas aku aja kok, Ma. Tadi
dia nawarin aku bareng hehe.”
”Ooh yasudah. Sana ganti baju, mama tunggu
kamu di meja makan ya.”
”Oke deh Ma!”
Malam hari Tasya duduk di depan meja
belajar. Ada beberapa PR yang harus dia kerjakan, tapi pikirannya tidak bisa
konsentrasi. Wajah Ryan dan Fadli terus menerus
berputar di otaknya.
”Duh kok jadi gini ya. Gimana nih? Gue
janji ama dua cowok untuk ngejawab tembakan mereka. Siapa yang gue pilih ya?
Fadli sih baek banget, tapi kalo Ryan tajir abis, keren lagi.”
Tanpa disadari oleh Tasya, mamanya
ternyata sejak tadi sudah memperhatikan Tasya.
”Ngapain ngomong sendiri, Sya? Lagi
bingung milih cowok ya?”
”Iya nih, Ma. Aku ditembak dua
cowok sekaligus. Dan aku janji mau
ngasih jawaban sama dua-duanya. Gimana ya, Ma?”
Mama tersenyum sambil keluar kamar
meninggalkan Tasya.
”Gampang, terima aja dua-duanya!!!”
”Hah?”
Mama Tasya memang seorang yang mempunyai
pola pikir sangat modern, bahkan kadang-kadang ide yang keluar dari pikirannya
terlalu nyentrik. Tapi Tasya tidak pernah menyangka kalau saran mamanya kali
ini sangat gila. Tapi setelah dipikir-pikir, ada benarnya juga. Kalau Tasya
memang tidak bisa memilih, kenapa nggak dua-duanya saja diterima.
Bel istirahat berbunyi. Ryan sudah bediri
di depan kelas Tasya, menunggu Tasya keluar dari kelas.
”Hai, Tasya... Gimana? Apa jawaban kamu?
Gue diterima apa ditolak nih?”
Tasya gugup dan ketakutan. Sambil melirik
kanan kiri, Tasya cepat-cepat memberi jawaban.
”Gue
terima lo. Gue mau jadi cewek lo. Udah
pergi sana. Gue enggak enak sama anak-anak, ntar pulang sekolah kita bareng
lagi ya.”
”Yesss! Thanks ya, ntar siang gue tunggu
di tempat yang kemarin.”
Ryan lalu meninggalkan Tasya dengan
perasaan yang gembira. Tasya menarik nafas lega, tapi kelegaan itu hanya
beberapa detik dirasakannya. Fadli sudah berdiri di samping Tasya dengan raut
wajah penuh curiga.
”Tadi itu siapa? Kayak anak kelas 2, mau
apa dia kesini?”
”Ohhh... itu...itu....tadi namanya Ryan.
Dia anaknya om aku yang tinggal di Menteng. Nanti pulang sekolah dia ngajakin
aku bareng. Katanya ada titipan dari om buat mama.”
”Oh..
gue pikir dia mau nyaingin gue. Trus….
apa kamu udah dapet jawabannya? Gue diterima nggak nih?”
Untuk beberapa saat Tasya tidak mampu
berkata apa-apa. Tasya tidak sampai hati menolak cinta Fadli.
”Aku... aku mau jadi cewek kamu deh.”
”Yessss! Makasih ya. Aku bangga bisa jadi
pacar seorang cewek yang menjadi idola di sekolah ini.”
Sudah tiga bulan ini, Tasya berhasil
memainkan peranannya dnegan baik. Sejauh ini Fadli masih sangat percaya kalau
Ryan itu benar-benar sepupunya. Dan Ryan pun sama sekali tidak mencurigai
hubungan Tasya dengan Fadli. Tasya
memang tidak pernah mau berdekatan dengan Fadli maupun Ryan bila sedang
berada di sekolah.
Pada suatu malam minggu, untuk pertama
kalinya Fadli berhasil memintan izin kepada mama dan papa Tasya untuk
mengajaknya ke pesta ulang tahun temannya. Malam itu Tasya menjadi pusat
perhatian semua tamu undangan. Salah seorang MC mulai membuka acara dengan
games-games seru. Begitu acara selesai, seluruh undangan bebas untuk makan dan
minum yang telah disediakan tuan rumah.
Tiba-tiba dari jauh Tasya melihat
laki-laki yang sangat dikenalnya. Laki-laki itu adalah Ryan. Ia baru saja
sampai ke tempat acara tersebut.
”Wah gawat!” ucap Tasya.
”Kenapa? Ada apa, Sya?”
”Aduh perutku tiba-tiba sakit nih. Aku ke
toilet dulu ya.”
”Ok, aku antar ya.”
”Jangan..! eh maksudku nggak usah, biar
aku sendiri aja. Kamu tunggu disini ya.”
”Ok deh.”
Tasya berlari kecil ke toilet. Kemudian,
Tasya memilih berdiri dalam antrian beberapa orang yang hendak buang air kecil.
”Kamu ada disini, Sya? Katanya kamu gak
bisa keluar malem?”
Tasya kaget sekali mendengar suara
dibelakangnya. Suara itu dalah suara Ryan.
”Aduh.. kamu ngagetin aja. Aku kesini sama
pamanku, tuh dia yang duduk di sana.”
Tasya menunjuk seorang bapak-bapak yanng
sedang duduk sendirian. Tasya sendiri sebenarnya sama sekali tidak mengenal
bapak itu.
”Oh.. pantesan kamu bisa keluar malem. Aku
gabung sama kamu ya.”
Tasya mulai bingung. Ia mencoba mencari
akal untuk menutupi kebohongan tersebut. Tasya berhasil mengelabui Ryan, tapi
akibatnya setiap 5 menit Tasya harus pamit ke toilet. Secara bergantian ia
menemani Fadli dan Ryan yang duduknya berlawanan. Sementara orang yang diakui
sebagain paman Tasya telah pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah berkali-kali adegan toilet
dilakukan Tasya, akhirnya Fadli dan Ryan curiga. Diam-diam Fadli dan Ryan
mengikuti Tasya dari belakang. Dan mereka bertiga bertemu di toilet. Tasya
kaget dan cepat-cepat masuk ke dalam toilet. Di luar Fadli menatap Ryan penuh
curiga, begitu pula Ryan. Sementara itu,
Tasya terus memutar otak untuk mencari jalan keluar untuk menyelamatkan
dirinya.
”Kamu Ryan sepupunya Tasya kan?”
”Sepupunya Tasya? Kata siapa gue sepupunya
Tasya? Gue pacarnya Tasya, lo siapa? Kayaknya gue sering liat muka lo di sekolah. Lo sekelas sama Tasya kan?”
”Heh denger baik-baik ya. Gue ini pacarnya
Tasya dan Tasya sendiri yang bilang sama gue kalo lo itu sepupunya.”
”Gue yakin kita berdua udah jadi korban
penipuan perempuan itu.”
Mereka tidak tahu kalau pada saat Ryan dan
Fadli bertengkar, Tasya menyelinap keluar dari toilet dan langsung pulang
menggunakan Taksi.
Berhari-hari Tasya tidak bisa ditemui disekolahnya
maupun di rumahnya. Sampai pada suatu sore hari Tasya mau menerima kehadiran
Ryan dan Fadli. Melihat kecantikan wajah Tasya, Ryan dan Fadli tidak bisa
mengeluarkan kemarahannya yang sejak berhari-hari mereka pendam.
Tasya membuka pembicaraan terlebih dahulu.
”Kenapa pada diem? Nggak jadi marahin gue?
Ayoo... pada marah dong, jangan diem gitu aja. Kalo mau diem-dieman ngapain
dateng kesini?”
”Kenapa lo nggak pernah masuk sekolah?
Takut ya?” tanya Ryan
”Takut? Heh, gue nggak pernah masuk
sekolah karena kemarin gue ikut papa ke Hongkong, bukan karena takut. Maaf gue
udah bohongin kalian. Kalo disuruh milih gue mau sama Ryan, tapi gue juga mau
sama Fadli. Kita cuma pacaran kan? Kalo buat nikah, nanti baru gue mau pilih
salah satu.”
”Sorry Sya, cewek bukan cuma lo doang kok.
Masih banyak cewek diluar sana yang lebih cantik dan lebih setia daripada lo.
Jadi gausah kepedean deh.”
”Oke kalau nggak mau juga nggak apa-apa.
Maafin gue yaa, tapi kita tetap jadi teman ya. Dan gue janji nggak bakal
ngulangin kejadian kayak gini lagi. Gue udah kapok.”
Akhirnya Fadli dan Ryan pamit pada Tasya
dan mereka sepakat untuk meninggalkan Tasya secara baik-baik. Mereka yakin
Tasya adalah gadis yang sangat menyenangkan untuk dijadikan sahabat, tapi tidak
untuk pacar!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar